Lintassulawesi.com– Konflik tanah di Dusun Tala Tala, Desa Bontoloe, Galesong, Kabupaten Takalar, kembali memanas setelah muncul kabar bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) berencana mengeksekusi rumah dan usaha warga di atas lahan sengketa.
Lahan tersebut diklaim oleh ahli waris Yahadang Bin Ma’ju sebagai tanah warisan keluarga mereka yang memiliki legalitas kuat.
Masalah ini bermula dari keputusan DPRD Kabupaten Takalar pada 8 Februari 2013, yang menegaskan bahwa tanah eks pasar Tala Tala tidak terdaftar sebagai aset pemerintah.
DPRD merekomendasikan agar sengketa tanah diselesaikan secara kekeluargaan atau melalui jalur hukum jika diperlukan.
Ahli Waris: Pemda Gunakan Tanah Warga Tanpa Kompensasi
Ramli Dg. Rurung, cucu Yahadang Bin Ma’ju, menyatakan bahwa tanah seluas 1.200 meter persegi tersebut telah digunakan oleh Pemda selama lebih dari 72 tahun sebagai pasar tanpa memberikan kompensasi kepada keluarga mereka.
“Kami sudah lama mendengar kabar akan ada penggusuran, tapi belum ada pemberitahuan resmi. Setiap kali kami mengajukan gugatan atas tanah ini, selalu ada ancaman penggusuran,” ujar Ramli.
Ia menambahkan bahwa dokumen yang digunakan Pemda untuk mengklaim tanah tersebut diduga palsu.
“Kami tidak akan tinggal diam jika rencana eksekusi tetap dilanjutkan,” tegasnya.
LBH: Penggusuran Paksa Tidak Sesuai Hukum
Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Tombak Keadilan, Haji Syamsul Rijal, menyoroti bahwa penggusuran paksa hanya dapat dilakukan dalam kondisi negara darurat, bukan dalam situasi damai.
Ia mengingatkan bahwa Pasal 28H UUD 1945 menjamin hak atas kepemilikan pribadi dan melarang perampasan tanpa proses hukum yang adil.
“Pemda harus menunjukkan bukti yang sah atas kepemilikan lahan tersebut. Jika tidak, tindakan penggusuran ini hanya akan menjadi bentuk kesewenang-wenangan,” kata Syamsul Rijal.